Selasa, 01 April 2014

Sejarah Peradilan Agama pada Masa Orde Baru

BAB I
PENDAHULUAN

Hukum acara atau hukum formal merupakan peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum. Begitu juga dengan Peradilan Islam. Peradilan Islam merupakan peraturan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan negara dan juga dari peraturan  syariat Islam.
Hukum acara Peradilan Islam merupakan peraturan hukum yang  bersifat mengatur cara orang bertidak di muka hukum, misalnya dalam Pengadilan Agama. Hukum acara Peradilan Islam bersifat  mengatur bagaimana cara Pengadilan Agama tersebut dapat menyelesaikan suatu perkara dengan  secara adil sehingga  masing-masing orang mendapatkan perlakuan yang adil dan benar di mata hukum dalam penyelesaian suatu perkara.
Berbicara mengenai hukum acara Peradilan Islam, maka sistem pelaksanaan hukum acara tersebut harus sesuai dengan syari’at. Untuk dapat melaksanakan hukum tersebut, maka dibutuhkan asas dan landasan hukumnya. Dengan demikian, asas hukum acara Peradilan Islam dapat mengatur tentang pelaksanaan hukum acara agar dapat di temukan suatu putusan hukum  yang  mencerminkan keadilan serta kepastian hukum.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Peradilan Agama
“Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam.Undang-Undang ini” (Pasal 2 UU No. 3 Tahun 2006).[1] Peradilan Agama adalah sebutan resmi bagi salah satu diantara empat lingkungan Peradilan Negara atau Kekuasaan Kehakiman yang sah di Indonesia. Dalam hal ini, Peradilan Agama hanya berwenang dibidang perdata tertentu saja, tidak pidana dan pula hanya untuk orang-orang Islam di Indonesia, dalam perkara-perkara perdata Islam tertentu, tidak mencakup seluruh perdata Islam. [2]

B.     Peradilan Islam pada Masa Orde Baru
Peradilan Orde Lama ke Orde Baru terjadi pada tahun 1967. Ketika itu Soeharto diangkat menjadi Presiden. Dengan demikian, Soeharto memberi nama pemerintahannya dengan Orde Baru, yaitu suatu tatanan atau sistem yang secara murni dan konsekuen melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya, untuk pemerintahan sebelumnya yaitu masa Pemerintahan Soekarno diberi nama Orde Lama.
Pada mulanya secara kelembagaan Peradilan Agama berada di bawah lingkup Departemen Agama. Setelah diundangkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Akhirnya Peradilan Agama dialihkan ke dalam lingkungan Mahkamah Agung. Sejak saat itulah, Pengadilan Agama, baik dari sisi kewenangan maupun kelembagaan diatur oleh sebuah peraturan perundangan yang secara eksplisit merinci tentang pelayanan Peradilan yang standar yang harus diberikan oleh lembaga Peradilan Agama tersebut.
Namun demikian, kewenangan yang dimiliki Peradilan Agama ketika itu memang masih sangat terbatas. Penyelesaian sengketa yang menjadi kompetensi Peradilan Agama masih berkisar penyelesaian masalah nikah, talaq, cerai dan rujuk (NTCR) saja. Oleh karena itu, diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, merupakan kemajuan yang luar biasa.
Sebuah perwujudan cita-cita yang sangat didambakan oleh umat Islam di Indonesia pada umumnya serta Hakim Agama khususnya, setelah melewati perjalanan sejarah yang amat panjang. Sebenarnya, pembaharuan Peradilan Agama sudah dimulai sejak ditetapkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, namun ketika itu masih jauh dari harapan. Hal itu sangat tampak terutama persoalan independensinya, mengingat UU No. 14 Tahun 1970 masih menganut sistem dua atap (double roof system), seperti ditegaskan pada Pasal 11 ayat (1).
Masuknya pihak eksekutif ke dalam kekuasaan kehakiman disinyalir sebagai salah satu sebab mengapa kekuasaan kehakiman di negeri ini tidak independen. Alasan itulah antara lain yang menyebabkan status dan kedudukan Peradilan Agama belum bisa dikatakan sebagai Peradilan yang independen, mandiri, dan kokoh, selama masa Orde Baru. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, pada tanggal 8 Desember 1988 Presiden RI menyampaikan Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama (RUU PA) kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, akhirnya RUU PA tersebut disahkan menjadi UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.[12] Upaya tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melakukan perubahan sekaligus perbaikan sistemPerubahan signifikan menyangkut kewenangan Peradilan Agama, secara konstitusional diperoleh melalui Undang-undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Undang-undang tersebut bersifat diagnostic[20] atau dalam istilah lain UU organik akibat adanya UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan KeHakiman.
Pasal 2 UU No. 3 tahun 2006 menegaskan, “Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaaan keHakiman bagi rakyat pencari keadilan yang berAgama Islam mengenai perkara tertentu.” Memperhatikan ketentuan tersebut, dapat dipahami bahwa dengan kewenangan tersebut dimungkinkan untuk menyelesaikan perkara pidana.[21]
Kemudian berdasarkan Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006, Peradilan Agama memperoleh kewenangan baru dalam bidang ekonomi syariah yakni; perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqoh, dan ekonomi syari’ah. Kemudian materi yang merupakan penambahan kewenangan baru tersebut adalah; zakat, infaq, dan ekonomi syari’ah.
Perluasan kewenangan tersebut sesuai dengan perkembangan hokum dan kebutuhan hukum masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Seperti diungkapkan Eugen Ehrlich bahwa “…hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat.”[23] Ehrlich juga menyatakan bahwa, hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, dalam istilah antropologi dikenal sebagai pola-pola kebudayaan (culture pattern).
Oleh karena itu, dalam perspektif sosiologi hukum, maka tidak mengherankan jika dewasa ini, Peradilan Agama mengalami perluasan kewenangan mengingat “…harus ada kesinambungan yang simetris antara perkembangan masyarakat dengan pengaturan hukum, agar tidak ada gap antara persoalan dengan cara dan tempat penyelesaiannya.” Dalam arti, perkembangan masyarakat yang meniscayakan munculnya permasalahan bias diselesaikan melalui jalur hukum, tidak dengan cara main Hakim sendiri. Di samping itu, perluasan kewenangan Peradilan Agama juga sesuai dengan teori three elements law system Friedman, terutama tentang legal substance. Friedman menyatakan; legal substance adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sebuah sistem. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan, mencakup keputusan yang dikeluarkan, aturan baru yang disusun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang atau law in books.
Berdasarkan kajian teori tersebut di atas, maka perluasan beberapa kewenangan Peradilan Agama merupakan sebuah keniscayaan, mengingat semua yang menjadi wewenang Peradilan Agama, baik menyangkut tentang perkawinan, waris, wakaf, zakat, sampai pada masalah ekonomi syari’ah, kesemuanya merupakan sesuatu yang telah melekat pada masyarakat muslim.
Artinya, hukum Islam yang menjadi bagian dari kewenangan Peradilan Agama selama ini telah menjadi hukum yang hidup (living law) dan diamalkan oleh masyarakat muslim di Indonesia. Bahkan semestinya, kewenangan Peradilan Agama tidak hanya terbatas pada persoalan-persoalan tersebut, tetapi juga menyangkut persoalan hukum Islam lainnya yang selama ini telah dipraktikkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.[3]
Sepanjang hukum Islam itu hidup dan dipraktikkan oleh masyarakat, sepanjang itu pula seharusnya kewenangannya dimiliki oleh Peradilan Agama. Mengingat, keberadaan Peradilan Agama sebagai sebuah legal structure, berbanding lurus dengan kewenangannya sebagai legal substance. Oleh sebab itu, apabila legal structure-nya kuat tetapi legal substance-nya lemah, maka keadaan semacam itu ibarat sebuah bangunan hampa yang tidak ada isinya.
Namun demikian, beberapa kewenangan yang selama ini dimiliki oleh Peradilan Agama, ternyata dimiliki bukan hasil dari sebuah perencanaan strategis dari para pengelola atau pihak yang berwenang, akan tetapi lebih karena persoalan tersebut secara sosiologis telah dipraktikkan oleh masyarakat. Hal ini seperti yang dijadikan alasan oleh anggota DPR ketika mengesahkan kewenangan ekonomi syariah dalam UU No. 3 Tahun 2006, dimana pertimbangan utamanya adalah “...bahwa ekonomi syariah adalah bidang perdata yang secara sosiologis merupakan kebutuhan umat Islam”.[4]
Perluasan wewenang Pengadilan Agama setelah diundangkannya Undang-undang No 3 tahun 2006 tentang perubahan Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, antara lain meliputi ekonomi syariah. Penyebutan ekonomi syariah menjadi penegas bahwa kewenangan Pengadilan Agama tidak dibatasi dengan menyelesaikan sengketa di bidang perbankan saja, melainkan juga di bidang ekonomi syariah lainnya. Misalnya, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi dan surat berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah.
Perluasan kewenangan tersebut, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi aparatur Peradilan Agama, terutama Hakim. Para Hakim dituntut untuk memahami segala perkara yang menjadi kompetensinya. Hal ini sesuai adagium ius curia novit (Hakim dianggap mengetahui hukumnya), sehingga Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara dengan dalih hukumnya tidak atau kurang jelas. Keniscayaan Hakim untuk selalu memperkaya pengetahuan hukum, juga sebagai sebuah pertanggungjawaban moral atas klaim bahwa apa yang telah diputus oleh Hakim harus dianggap benar (res judicata pro veriate habetur). Sejalan dengan itu, setiap Hakim Pengadilan Agama dituntut untuk lebih mendalami dan menguasai masalah-masalah perekonomian syariah.
Memang, para Hakim Pengadilan Agama telah memiliki latar belakang pendidikan hukum Islam. Namun karena selama ini, Pengadilan Agama tidak menangani sengketa yang terkait dengan perekonomian syariah, maka wawasan yang dimiliki para Hakim Pengadilan Agama juga tentu masih terbatas. Wawasan para Hakim Agama tentang perekonomian syariah, masih cukup jauh dibandingkan dengan wawasannya mengenai masalah sengketa perkawinan, waris, wasiat, hibah, waqaf dan shadaqah yang selama ini ditanganinya.
Paling tidak, ada beberapa hal penting dalam konteks kewenangan Peradilan Agama berkenaan dengan kompetensi barunya untuk menangani sengketa perekonomian syariah. Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, para Hakim Pengadilan Agama harus terus meningkatkan wawasan hukum tentang perekonomian syariah dalam bingkai regulasi Indonesia dan aktualisi fiqh Islam.[5]
Kedua, para Hakim Pengadilan Agama harus mempunyai wawasan memadai tentang produk layanan dan mekanisme operasional dari perbankan syariah, lembaga keuangan mikro syariah, reksadana syariah, obligasi dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah. Mereka juga harus memahami pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syaraiah, dan bisnis syariah.
Ketiga, para Hakim Agama juga perlu meningkatkan wawasan hokum tentang prediksi terjadinya sengketa dalam akad yang berbasis ekonomi syariah. Selain itu, perlu pula peningkatan wawasan dasar hukum dalam peraturan dan perundang-undangan, juga konsepsi dalam fiqh Islam.
Jadi, menurut UU Peradilan Agama yang baru, Pengadilan Agama bisa meng-cover perkara perdata dan pidana. Tetapi tidak semua perkara pidana bisa dicakup. Hal tersebut dapat dianalogikan dengan memberi contoh penerapannya di Aceh. Bahwa Mahkamah Syar’iyah di sana dapat menyidangkan perkara pidana, sepanjang yang sudah diatur di dalam Qonun, seperti halnya masalah khamr (minuman keras), khalwat (berduaan bukan muhrim), atau maysir (berjudi). Sedangkan untuk perkara pidana dalam dunia perbankan syariah, masih belum ada pengaturan di dalam Qonun-nya. Itu berarti perkara pidana dalam dunia perbankan syariah masih menjadi kewenangan Peradilan umum. [6]
1.      Lahirnya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.[7]
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 10 PP No. 14 tahun 1970 menentukan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh 4 lingkungan Peradilan, yaitu;
1)      Peradilan Umum
2)      Peradilan Agama
3)      Peradilan Militer
4)      Peradilan Tata Usaha Negara
Dalam Undang-undang ini dijelaskan bahwa tidak ada campur tangan dari kekuasaan Negara yang lain. Tidak seperti sebelumnya pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 1964.
2.      Lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan[8]
Lahirnya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga Negara RI tanggal 2 Januari 1974 untuk sebagian besar telah memenuhi tuntutan masyarakat Indonesia. Hukum Perkawinan orang Indonesia Asli yang beragama Islam yang tercantum dalam kitab-kitab fikih. Menurut sistem hukum Indonesia tidaklah dapat digolongkan dalam kategori hukum tertulis, karena tidak tertulis dalam Peraturan Pemerintah. Dengan lahirnya Undang-undang ini maka wewenang Pengadilan Agama bertambah, yaitu;
1)       Izin seorang suami beristri lebih dari seorang (Pasal 4 UU No. 1 Tahun 1974).
2)      Dispensasi kawin (Pasal 7 ayat 2).
3)      Izin Kawin (Pasal 6 ayat 5).
4)      Pencegahan Perkawinan  (Pasal 7 ayat 1).
5)      Penolakan perkawinan oleh petugas pencatatan perkawinan (Pasal 21 ayat 3).
6)      Pembatalan Perkawinan (Pasal 25).
7)      Gugatan suami atau isteri atas kelalaian pihak lainnya dalam menunaikan kewajiban masing-masing (Pasal 34 ayat 3).
8)      Penyaksian talak (Pasal 39).
9)      Gugatan Perceraian (Pasal 49 ayat 1).
10)  Hadlanah (Pasal41 sub a).
11)  Penentuan biaya penghidupan bagi bekas isteri (pasal 41 sub c).
12)  Penentuan biaya pemeliharaan dan pendidikan anak (pasal 41 sub b).
13)  Penentuan sah tidaknya anak atas dasar tuduhan zina oleh suami terhadap isterinya (Pasal 44 ayat 2).
14)  Pencabutan kekuasaan orangtua (Pasal 49 ayat 1).
15)  Pencabutan kekuasaan dan penunjukan wali (Pasal 53).
16)  Pencabutan tentang soal apakah penolakan untuk melakukan perkawinan campuran oleh pegawai pencatat nikah (Pasal 60).
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sejak tanggal 1 Oktober 1975 maka wewenang Peradilan Agama (untuk seluruh Indonesia) menjadi bertambah luas. Kewenangan ini baik secara tegas disebutkan dalam pasalpasal tertentu maupun secara implicit harus ditafsirkan termasuk wewenang Peradilan Agama. Ketentuan  tentang kewenangan ini kemudian dikuatkandengan Instruksi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. D/ Inst/ 117/ 1975 tanggal 12 Agustus 1975.[9]
Penerapan hukum Islam di Indonesia, dalam proses pengambilan keputusan di pengadilan itu selalu menjadi masalah. Selain itu, dari aspek kemajemukan masyarakat bangsa, hukum yang berlaku juga sebaiknya menganut sistem hukum nasional yang bersifat majemuk (pluralistic).. Secara teoritik orang selalu mengaitkan berlakunya hukum dengan kekuasaan terutama sekali kekuasaan negara. Indonesia bukannya sebuah negara Islam tetapi sebuah negara nasional yang tidak memberi tempat pada umat Islam untuk melaksanakan hukum Islam, tetapi juga pada umat-umat agama yang lain.
Hukum Islam menempati posisi sangat strategis bukan saja bagi umat Islam Indonesia tetapi bagi dunia Islam pada umumnya dan sekaligus juga menempati posisi strategis dalam sistem hukum Indonesia, untuk dapat berlakunya hukum Islam di Indonesia dalam bingkai sistem hukum nasional diperlukan hukum yang jelas dan dilaksnakan baik oleh para aparat penegak hukum ataupun oleh masyarakat. Untuk itu munculah gagasan dasar Kompilasi Hukum Islam (bingkai sistem hukum nasional) untuk menjembatani penerapan hukum Islam di Indonesia.
Penerapan hukum Islam di Indonesia masih menjadi pro dan kontra di masyarakat. Pasca-orde baru, polemik seputar posisi syari’at Islam dalam bingkai hukum negara modern lebih diwarnai dua pendekatan ekstrem. Di satu sisi, mereka yang menghendaki penerapan total syari’at lewat jalur negara.[10]
Untuk mendeskripsikan polemik tentang penerapan hukum Islam di Indonesia dalam bingkai hukum negara modern bisa digambarkan dengan Perspektif Etika Politik dan PemerintahanPenerapan hukum Islam (Kompilasi Hukum Islam). dalam perspektif etika politik dan pemerintahan dilihat dari tiga aspek: Aspek Regulasi, Aspek Institusi (organisasi)., dan Aspek Penegakan hukum (Law Enforcement)..
Penetapan kebijakan hukum di Indonesia, pemerintahan telah menjadikan hukum Islam sebagai bagian dari hukum nasional. Tetapi persoalan kemudian muncul, yaitu bagaimana kita memahami serta melaksanakan hukum Islam dalam konteks hukum nasional atau memasukkan hukum Islam sebagai bagian dari hukum nasional. Permasalahan ini menyebabkan polarisasi tentang proses legislasi hukum Islam ada dua pendapat. Pendapat pertama, bahwa antara agama dan negara perlu ada pemishan secara tegas. Pendapat kedua, bahwa hukum Islam menjadi bagian dari hukum nasional baik simbol maupun substansi[10][16]. Akhir-akhir ini yang kemudian berhasil memunculkan UU tentang Perbankan Syari’ah.
Untuk melihat gambaran umum hukum Islam sebagai bagian hukum nasional, dengan mengikuti proses perumusan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Untuk mendeskripsikan proses perumusan Kompilasi hukum Islam, tidak terlepas pada latar belakang Kompilasi Hukum Islam, Landasan Yuridis dan Landasan Fungsional.[11]

3.      Latar Belakang Kompilasi Hukum Islam.
Ide Kompilasi hukum muncul sesudah beberapa tahun Mahkamah Agung membina bidang tekhnis yustisial Peradilan Agama. Tugas pembinaan dimaksud, didasari oleh Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 11 ayat (1) undang-undang tersebut menyatakan bahwa organisasi, administrasi, dan keuangan pengadilan dilakukan oleh departemen masing-masing, sedangkan pembinaan teknis yustisial dilakukan oleh mahkamah Agung. Meskipun undang-undang tersebut ditetapkan tahun 1970, tetapi pelaksanaannya di lingkungan Peradilan Agama pada tahun 1983, yaitu sesudah pendatangan Suras Keputusan Bersama (SKB). Ketua Mahkamah Agung dengan menteri Agama RI No. 01, 02, 03, dan 04/SK/1-1983 dan No.1,2,3, dan 4 tahun 1983.
Keempat SKB dimaksud, adalah jalan pintas sambil menunggu keluarnya Undang-Undang tentang Susunan, Kekuasaan dan Acara pada Peradilan Agama yang menjadi peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 14 tahun 1970 bagi lingkungan Peradilan Agama yang pada saat itu masih sedang dalam proses penyusunan yang intensif (sekarang Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004).. Sehinga sesuai dengan fungsi Mahkamah Agung RI terhadap jalannya Peradilan di semua lingkungan Peradilan Agama perlu mengadakan Kompilasi Hukum Islam yang selama ini menjadikan hukum positif di Pengadilan Agama.

a)      Landasan Yuridis.[12]
Landasan yuridis mengenai perlunya hakim memperhatikan kesadaran hukum masyarakat adalah Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Pasal 28 ayat 1 yang berbunyi: ” Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Selain itu, Fikih Islam mengungkapkan kaidah:” Hukum Islam dapat berubah karena perubahan waktu, tempat, dan keadaan”. Keadaan masyarakat itu selalu berkembang karena menggunakan metode yang sangat memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Diantara metode itu ialah maslahat mursalah, istihsan, istishab, dan urf.
b)     Landasan fungsional.[13]
Kompilasi Hukum Islam adalah fikih Indonesia karena ia disusun dengan memperhatikan kondisi kebutuhan hukum umat Islam Indonesia. Fikih Indonesia dimaksud adalah fikih yang telah dicetuskan oleh Hazairin dan T.M. Hasbi Ash-Shiddiqi. Fikih sebelumnya mempunyai tipe fikih lokal semacam fikih Hijazy, fikih Mishry, fikih Hindy, fikih lain-lain yang sangat mempehatikan kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat setempat. Ia mengarah kepada unifikasi mazhab dalam hukum Islam. Oleh karena itu, di dalam sistem hukum di Indonesia ini merupakan bentuk terdekat dengan kodifikasi hukum yang menjadi arah pembangunan hukum nasional di Indonesia.













BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

“Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam.Undang-Undang ini” (Pasal 2 UU No. 3 Tahun 2006). Hukum Islam menempati posisi sangat strategis bukan saja bagi umat Islam Indonesia tetapi bagi dunia Islam pada umumnya dan sekaligus juga menempati posisi strategis dalam sistem hukum Indonesia, untuk dapat berlakunya hukum Islam di Indonesia dalam bingkai sistem hukum nasional diperlukan hukum yang jelas dan dilaksnakan baik oleh para aparat penegak hukum ataupun oleh masyarakat.
Penerapan hukum Islam di Indonesia masih menjadi pro dan kontra di masyarakat. Pasca-orde baru, polemik seputar posisi syari’at Islam dalam bingkai hukum negara modern lebih diwarnai dua pendekatan ekstrem.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sejak tanggal 1 Oktober 1975 maka wewenang Peradilan Agama (untuk seluruh Indonesia) menjadi bertambah luas. Kewenangan ini baik secara tegas disebutkan dalam pasalpasal tertentu maupun secara implicit harus ditafsirkan termasuk wewenang Peradilan Agama.



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdul Gani , Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gema Islam Press, 1994.
Kamsi, Pemikiran Hukum Islam dan Peradilan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Cakrawala Media, 2008.
Rasyid, Roihan, A, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Rajawali Press, 1992.
Shomad, Abd, Hukum Islam Panorama Prinsip Syari’ah dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Kencana, 2010.
Tresna, R, Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad, Jakarta: Pradnya Paramita, 1977.
Sudikno Mertokusumo, “Sejarah Peradilan dan Perundang-undangannya di Indonesia sejak 1942 dan apakah kemanfaatannya bagi bangsa Indonesia”, Liberty, Yogjakarta, 1983.




[2] Roihan, A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Rajawali Press), 1992, cet. 2, hlm. 5-7
[3] Abdul, Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gema Islam Press), 1994, hlm. 65
[4] Ibid,.
[5] Sudikno, Mertokusumo, Sejarah Peradilan dan Perundang-Undangannya Di Indonesia Sejak 1942 dan Apakah Kemanfaatannya Bagi Bangsa Indonesia, (Yogyakarta: Liberty), 1983, hlm. 209.

[6] Abd, Shomad, Hukum Islam Panorama Prinsip Syari’ah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Kencana), 2010, hlm.397.
[8] Ibid,.
[9] Kamsi, Pemikiran Hukum Islam dan Peradilan Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Cakrawala Media), 2008, hlm. 177.
[11] Tresna, Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad,  (Jakarta: Pradnya Paramita), 1977, hlm. 128.
[13] Ibid,.

Jumat, 02 Agustus 2013

RPK Individu KKN

DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................................ i
Halaman Pengesahan .............................................................................................. ii
Kata Pengantar........................................................................................................ iii
Daftar Isi................................................................................................................... iv
BAB  I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
Bab II permaslahan dan identifikasi.............................................. 3
 A. Gambaran Umum Dusun Beteng.................................................... 3
     Struktur Pemerintahan Dusun Beteng.................................................. 3
     Penduduk Dusun Beteng dan jenis pekerjaan...................................... 4
     Sarana Periabadatan dan pendidikan .................................................. 4
                 B. Permasalahan .................................................................................... 5
                 C. Identifikasi Masalah  ......................................................................... 6
BAB III PROGRAM KERJA ............................................................................... 7
A.  Bentuk-bentuk Program Kerja............................................................. 7
      1. Bidang Kefakultasan/ Jurusan/ Prodi................................................... 7
      2. Bidang Penunjang ............................................................................... 7
B.  Tujuan Program Kerja.......................................................................... 7
C. Target  Yang Akan Dicapai .................................................................. 8
BAB IV MEKANISME PELAKSANAAN.......................................................... 10
A. Organisasi Pelaksana.............................................................................. 10
B. Pihak Yang Diajak Ikut Serta................................................................ 11
C. Jadwal Kegiatan ..................................................................................... 11
D. Anggaran Biaya ...................................................................................... 12
      1. Sumber Dana...................................................................................... 12
      2. Anggaran Biaya Pelaksanaan Program Kerja................................ 13
BAB V PENUTUP.................................................................................................. 14

A. Kesimpulan ............................................................................................. 14


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penyusun, sehingga dapat menyusun Rencana Program Kerja Individual KKN UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan ke-80 di Dusun Beteng, Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Muhammad Rasulullah SAW. yang telah mengantarkan umatnya dari kebodohan spritual menuju jalan yang diridhoi Allah SWT,
Rencana Program Kerja Individual ini disusun sesuai dengan hasil surve di lokasi dan berdasarkan bidang jurusan yang sudah direncanakan sebelumnya. Rencana Program Kerja individual ini berhasil disusun berkat kerja sama yang terjalin baik antara peserta KKN dengan berbagai pihak, mulai dari Aparat Desa, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama hingga Dosen Pembimbing Lapangan (DPL). Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih kepada:
1)        Bapak Prof. Dr. Musa Asyari selaku rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
2)        Panitia Pelaksana KKN UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan ke-80.
3)        Bpk Imam Iqbal, S.Fil.I., M.S.I., selaku dosen pembimbing lapangan (DPL).
4)        Bupati Magelang beserta staffnya.
5)        Bapak Camat Ngluwar beserta staffnya.
6)        Bapak Lurah Bligo beserta staffnya.
7)        Bapak beserta Ibu, selaku kepala Dusun Beteng beserta keluarga.
8)        Tokoh masyarakat, Bapak, Ibu, Remaja, serta seluruh lapisan Masyarakat Dusun Beteng.
9)        Segenap teman-teman KKN kelompok 80mgl9 khususnya, dan semua teman-teman KKN angkatan ke-80 pada umumnya.

Semoga Rencana Program Kerja Individu ini dapat terealisasikan bersama dan terlaksana dengan baik dengan dukungan masyarakat dan mendapatkan berkah serta ridha dari Allah SWT. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 21 Juli 2013
Penyusun,


NURAINI HIKMAWATI
NIM. 10350001

HALAMAN PENGESAHAN
Bismillahirrahmanirrahim
            Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan seperlunya dari Program Kerja Individual KKN Integrasi-Interkoneksi Tematik Posdaya (Berbasis Masjid) Semester Khusus Tahun Akademik 2012/2013 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Angkatan ke-80 Tahun, saudara:

1.      Nama                          :  Nuraini Hikmawati
2.      NIM                            :  10350001
3.      Fakultas/Jurusan          :  Syari’ah dan Hukum/Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah
4.      Lokasi                         :  Dusun Beteng
5.      Desa/Kelurahan           :  Bligo
6.      Kecamatan                  :  Ngluwar
7.      Kabupaten/Kota          :  Magelang
            Maka dipandang sudah memenuhi syarat untuk diajukan sebagai Program Kerja KKN Integrasi-Interkoneksi Tematik Posdaya (Berbasis Masjid) UIN Sunan Kalijaga dari saudara tersebut diatas.
            Demikian pengesahan ini kami berikan, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Yogyakarta, 21 Juli 2013
Hormat Kami,

Kepala Desa/Lurah



Aris Munandar, B.E.
Dosen Pembimbing Lapangan



Imam Iqbal, S.Fil.I., M.S.I.
NIP. 1978062920080110031

BAB I
PENDAHULUAN

Setelah hampir genap sepekan pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata angkatan ke-80 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tibalah saat untuk membuat program kerja dengan menyusun rencana program kerja individu KKN. Rencana Program Kerja (RPK) individu ini disusun berdasarkan hasil dari survei dan dilengkapi dengan evaluasi sebagai bagian utuh dari rencana yang telah disusun.
Secara umum dapat digambarkan bahwa pelaksanaan program kerja individu yang direncanakan ini semoga dapat berjalan dengan baik. Meskipun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa perubahan, baik waktu pelaksanaan, target dari kegiatan, sasaran, maupun metode pelaksanaan program kerja. Namun demikian tidak mengesampingkan tujuan utama dari pelaksanaan KKN, yaitu pengabdian dan pemberdayaan masyarakat.
Pelaksanaan KKN angkatan ke-80 ini diisi oleh program kerja individu yang terdiri dari; Program  Kerja Bidang Agama, Pendidikan, Kesehatan, Sosial, dan Prasarana Fisik. Penyusunan program kerja ini dibuat berdasarkan hasil observasi langsung dan masukan-masukan dari masyarakat yang akhirnya dapat tersusun program kerja ini yang berisi gambaran umum, permasalahan, identifikasi masalah, program kerja, dan mekanisme pelaksanaan perealisasian program kerja.
Selanjutnya, penyusun berharap Kuliah Kerja Nyata yang sedang dilaksanakan ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, baik kepada kami sebagai peserta KKN, lembaga pelaksana KKN, Universitas, Bangsa dan Negara. Dan tentunya kepada masyarakat ditempat kami melaksanakan KKN agar dapat menjadi masyarakat yang lebih baik, mandiri, produktif dan tetap memegang teguh nilai-nilai spiritual Islam. Karena merupakan wujud pengabdian kepada masyarakat yang sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Akhirnya kami menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT, semoga apa yang sudah kami rencanakan dapat terlaksana dengan baik dan dapat  memberi manfaat bagi semua. Amin.
  


BAB II
PERMASALAHAN DAN IDENTFIKASI MASLAH DI LOKASI KKN

A.    Gambaran Umum Dusun Beteng
Berdasar keputusan dari LPM UIN Sunan Kalijaga, Kelompok KKN Angkatan ke-80 mgl 9, ditempatkan dilokasi Desa Bligo khususnya di Dusun Beteng (RW 9). Secara geografis Dusun Beteng, Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang yang terdiri dari 6 RT, sebelah utara berbatasan dengan Dusun Macanan, bagian Selatan dengan Dusun Selokan, bagian Timur dengan Dusun Blaburan, dan bagian Barat dengan Dusun Macanan.
Dusun Beteng dibagi menjadi 6 Rukun Tetangga (RT) sedangkan struktur Pemerintahan Dusun Beteng adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Daftar Struktur Pemerintahan Dusun Beteng
No.
Nama
Jabatan
1.
Sugianto
Kepala Dusun
2.
Salip Sanyoto
Ketua RT 01
3.
Suryono
Ketua RT 02
4.
Sulistiono
Ketua RT 03
5.
Ponijo
Ketua RT 04
6.
Sumargiono
Ketua RT 05
7.
Yumarudin
Ketua RT 06
8
Mustofa
Ketua Pemuda
Penduduk Dusun Beteng secara keseluruhan terdiri dari kurang lebih 521 orang. Dengan rincian laki-laki berjumlah 253 orang dan perempuan sejumlah 268 orang.  Dari jumlah tersebut, penduduk beragama Islam mendominasi di wilayah Dusun Beteng. Untuk sarana peribadatan, dapat dilihat di tabel berikut ini:
Tabel 2. Sarana Peribadatan Dusun Beteng
No.
Sarana Peribadatan
Jumlah
1.
Masjid
1
2.
Mushala
2
3.
Gereja/Wisma
-
4.
Pura
-
5.
Wihara
-
Jumlah
3
Di Dusun Beteng terdapat 1 Masjid,yaitu Masjid Nurul Mubin dan Mushola Al-Ikhlas dan Mushola An-Nur. Adapun mayoritas mata pencahariannya adalah pegawai, wirausaha, PNS dan karyawan swasta.
Dusun Beteng memiliki sarana pendidikan sebagaimana dalam tabel berikutini:
Tabel 3. Sarana Pendidikan Dusun Beteng
No.
Sarana Pendidikan
Jumlah
1.
PAUD
1
2.
TK / RA
1
2.
SD /MI
1
3.
SMP / MTS
-
4.
SMA /  MA
-
Jumlah
3
B.     Permasalahan
Berdasarkan observasi yang dilakukan selama pelaksanaan KKN di Dusun Beteng seputar kehidupan masyarakat dari aparatur desa, tokoh agama, pemuda, dan anak-anak yang ada di desa tersebut baik secara langsung maupun tidak, dapat ditarik hipotesis dari permasalahan yang terdapat di wilayah RW 9 (Dusun Beteng), Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, khususnya program yang sesuai dengan pelaksanaan KKN UIN Sunan Kalijaga yang mempunyai tema Integrasi-Interkoneksi Tematik Posdaya Berbasis Masjid, Wilayah, Pesantren, Sekolah/Madrasah dan Lingkungan.
Fokus kerja individu yang akan dikerjakan adalah bidang keagamaan dan sosialisasi antar masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, pemanfaatan teknologi dan keagamaan adalah faktor penting dalam membangun sebuah masyarakat. Saya melihat masyarakat yang kurang paham dengan teknologi, sosialisasi masyarakat yang kurang dan pemahaman agama yang minim, sehingga saya rasa perlu adanya bimbingan belajar baik dalam bidang sosial dan atau keagamaan untuk membantu siswa-siswi di Dusun Beteng, Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang dalam belajar serta memahami pentingnya agama dan sosialisasi antar masyarakat. Oleh karena itu, program yang saya rasa perlu adalah pengembangan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Dari TPA tersebut diharapkan akan membantu masyarakat.
Dalam bidang keagamaan, secara keseluruhan 95% masyarakat beragama muslim dan 5% sisanya beragama katholik dan kristen. Setelah melakukan observasi di masjid, program yang saya rasa perlu untuk anak-anak adalah pengembangan baca tulis Al-Qur’an dan hafalan surat-surat pendek serta materi agama  secara umum bagi anak-anak TPA di wilayah Dusun Beteng. Saya berencana akan melaksanakan program ini di Masjid Nurul Mubin
C.    Identifikasi Masalah
Berdasarkan observasi yang dilakukan selama di lokasi KKN, yakni di Dusun Beteng, Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Kota Magelang, maka penyusun dapat merumuskan beberapa persoalan yang memerlukan adanya pembenahan diantaranya:
1.   Bidang kefakultasan/Jurusan/Prodi 
·         Penyuluhan Dampak Negatif Pernikahan Dini  (Remaja)
·         Sosialisasi Wakaf Produktif (Umum)
2.   Bidang Penunjang
·         Bimbingan belajar mata pelajaran umum dan agama (siswa-siswi SD Bligo 3)
·         Mendampingi TPA (anak-anak 5-8 Tahun)





BAB III
PROGRAM KERJA

A.    Bentuk-bentuk Program Kerja
1.      Bidang kefakultasan/Jurusan/Prodi 
·         Penyuluhan Dampak Negatif Pernikahan Dini (remaja).
·         Sosialisasi Wakaf Produktif (bapak-bapak dan ibu-ibu).
2.      Bidang Penunjang
·         Bimbingan belajar mata pelajaran umum dan agama (siswa-siswi SD Bligo 3).
·         Mendampingi dan mengajar TPA Ar-Royyan (anak-anak 5-8 Tahun).
·         Mengajar PAUD Permata Hati Bligo (anak usia dini).
B.     Tujuan Program Kerja
1.      Bidang Kefakultasan/Jurusan/Prodi
·         Menginformasikan dampak negatif dari pernikahan dini kepada remaja.
·         Dengan penyuluhan wakaf produktif, maka masyarakat dapat mengenal dan  memahami hal-hal yang berkitan dengan wakaf produktif serta diharapkan pula masyarakat dapat mengamalkannya.
2.      Bidang Penunjang
·           Bimbel Mata Pelajaran umum dan Agama siswa-siswa SD Bligo. Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi siswa SD dan dapat membantu anak-anak dalam mengerjakan PR.
·           Mendampingi dan Mengajar TPA Ar-Royyan Dusun Beteng. Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang musik-musik Islam dan mendampingi anak-anak TPA dalam mengaji iqra’ dan Al-Qur’an maupun kegiatan-kegiatan lain.
·           Mengajar PAUD Permata Hati Desa Bligo. Bermain sambil belajar, meningkatkan minat belajar siswa-siswi serta mengembangkan bakat dasar anak.
C.    Target Yang akan dicapai
1.      Target kualitatif :
a.       Bidang Kefakultasan/Jurusan/Prodi
Dari program kerja individu yang sesuai dengan program studi Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah maka diharapkan masyarakat dapat menambah wawasan tentang hukum syar’i terutama mengenai wakaf produktif juga mengetahui dasar-dasar hukum terkait wakaf dan ilmu tentang pernikahan dalam perspektif Islam.
b.      Bidang Penunjang
Sesuai dengan program yang mendukung KKN tematik posdaya diharapkan masyarakat dapat mengerti akan pentingnya pendidikan dan dalam keagamaan dapat terbentuk jiwa yang berahklak mulia sehingga terbentuklah masyarakat yang unggul dalam intelektual dan anggun dalam moral. Begitu pula dengan ilmu pengetahuan umum dan teknologi.
2.      Target Kuantitatif
a.       Bidang Jurusan
·         200 orang (remaja).
·         20 orang (umum).
b.      Bidang Penunjang
·         20 anak SD.
·         20 anak TPA.
·         10 anak PAUD.
















            BAB IV
MEKANISME PELAKSANAAN

Dari uraian  Rencana program kerja diatas, diperlukan perangkat pelaksana dan alokasi teknis sebagai kesatuan organis, sehingga dapat terlaksana dengan baik dan semua program kerja individual ini melibatkan banyak pihak yang terkait dengan wilayah pelaksanaan kegiatan-kegiatan ini.
A.       ORGANISASI PELAKSANA
Adapun susunan organisasi pelaksanaan tersebut adalah sebagai berikut;
Pelindung:


Penasehat:




Pelaksana:




Tim:
Pembantu Umum:
-    Prof. Dr. Musa Asyari (Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
-    Panitia KKN angkatan ke-80 (LPM UIN Sunan Kalijaga)
-    Imam Iqbal, S.Fil.I., M.S.I. (Dosen Pembimbing Lapangan)
-    Aris Munandar, B.E. (Kepala Desa Bligo)
-    Bapak Sugianto (Kepala Dusun Beteng)
-    Riza Nur Cahyaningtyas  - Rizki Santosa Pramono
-    Ahmad Tito Bramudia     - Muhammad Arif
-    Wahyu Utomo                - Eri Sasongko E
-    Cempaka Indah               - Nuraini Hikmawati
-    Muflihatul Khoiroh         - Fitri Roshadina
Organisasi Pemuda, Perkumpulan Dasawisma Ibu-ibu
Segenap Warga Masyarakat Dusun Beteng
B.       Pihak yang Diajak Kerjasama
Dalam rangka mensukseskan realisasi program kerja, maka saya mengajak pihak-pihak terkait untuk ikut berpartisipasi dan bekerja sama, adapun pihak-pihak yang ikut berpartisipasi adalah :
1.    Pihak-pihak yang dimintai bantuan Kepala Desa Bligo dan perangkatnya.
2.    Kepala Dusun Beteng dan seluruh perangkatnya.
3.    Tokoh-tokoh masyarakat dan warga  Dusun Beteng.
4.    Peserta KKN.
5.    Instansi terkait yang mendukung dan berkompeten dengan terlaksananya program KKN.
C.      Jadwal Kegiatan Individu
Untuk mempermudah koordinansi dan pelaksanaan program kerja tersebut, maka saya melakukan penyusunan jadwal sebagai berikut:
Tabel 8. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan RPK Individu
No
Program kerja
Waktu pelaksanaan

Keterangan tanggal
Juli
Agustus
I
II
III
IV
I
II
III
IV
1.
Penyuluhan Dampak Negatif Pernikahan Dini
2.
Penyuluhan dan Sosialisasi Wakaf Produktif

3.
Bimbel Mata Pelajaran umum dan Agama siswa-siswa SD Bligo 3


4.
Mendampingi dan Mengajar TPA Ar-Royyan Dusun Beteng

5.
Mengajar PAUD Permata Hati Desa Bligo
Jadwal di mungkinkan sewaktu-waktu bisa berubah dan akan selalu disesuaikan dengan keadaan peserta KKN dan masyarakat setempat.
D.    Anggaran Dana Pelaksanaan Program Kerja Individu
1.      Sumber Dana
Sumber dana untuk merealisasikan program di atas berasal dari :
a.       Pelaksana program
b.      Dana Kelompok
c.       Para Donatur
d.      Swadaya pribadi peserta KKN
2.    Rencana Angggaran Biaya Pelaksanaan Program Kerja
No.
Nama
Anggaran Dana
1.
Penyuluhan Dampak Negatif Pernikahan Dini
Rp    50.000,-
2.
Penyuluhan dan Sosialisasi Wakaf Produktif
Rp    80.000,-
3.
Bimbel Mata Pelajaran umum dan Agama siswa-siswa SD Bligo 3
Rp     30.000,-
4.
Pembinaan dan Optimalisasi TPA Ar-Royyan Dusun Beteng
Rp     30.000,-
5.
Mengajar PAUD Permata Hati Desa Bligo
Rp     30.000,-
Jumlah
Rp.  220.000,-


















BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN

A.      Penutup
            Rencana Program Kerja ini saya susun sebagai landasan untuk proses kegiatan KKN UIN Sunan Kalijaga angkatan ke-80, RW/Dusun Beteng, Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang. Apabila di kemudian hari ada perubahan ataupun tambahan dalam pelaksanaannya, maka akan selalu saya konsultasikan terlebih dahulu dengan Dosen Pembimbing Lapangan dan Kepala  Dusun Beteng dan akan saya jelaskan dalam laporan akhir.
            Demikian Rencana Program Kerja ini saya susun, semoga dapat menjadi bahan acuan untuk membantu dalam meningkatkan Sumber Daya Masyarakat (SDM) di  Dusun Beteng.
Yogyakarta, 21 Juli 2013
Pelaksana Kegiatan,


Nuraini Hikmawati
NIM. 10350001



Lampiran
1.Peta
wilayah Dusun Beteng